Sabtu, 18 Juni 2011

dianhusadanurul isanaini pemeriksaan otoskop

TEKNIK PEMERIKSAAN TELINGA

Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran
timpani.
Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak mengganggu pergerakan, kira kira 20-30 cm di depan dada pemeriksa dengan sudut kira kira 60 derajat, lingkaran focus dari lampu, diameter 2-3 cm.
Untuk memeriksa telinga, harus diingat bahwa liang telinga tidak lurus. Untuk meluruskannya maka daun telinga ditarik ke atas belakang , dan tragus ditarik ke depan. Pada anak, daun telinga ditarik ke bawah. Dengan demikian liang telinga dan membran timpani akan tampak lebih jelas.
Liang telinga dikatakan lapang apabila pada pemeriksaan dengan lampu kepala tampak membran timpani secara keseluruhan( pinggir dan reflex cahaya) Seringkali terdapat banyak rambut di liang telinga,atau liang telinga sempit( tak tampak keseluruhan membran timpani) sehingga perlu dipakai corong telinga. Pada anak oleh karena liang telinganya sempit lebih baik dipakai corong telinga.
Kalau ada serumen, bersihkan dengan cara ekstraksi apabila serumen padat, irigasi apabila tidak terdapat komplikasi irigasi atau di suction bila serumen cair.
Untuk pemeriksaan detail membran timpani spt perforasi, hiperemis atau bulging dan retraksi, dipergunakan otoskop. Otoskop dipegang seperti memegang pensil. Dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien. Untuk melihat gerakan membran timpani digunakan otoskop pneumatic.





















DAUN TELINGA
Diperhatikan bentuk serta tanda-tanda peradangan atau pembengkakan.
Daun telinga ditarik, untuk menentukan nyeri tarik dan menekan tragus untuk
menentukan nyeri tekan.




DAERAH MASTOID
Adakah abses atau fistel di belakang telinga.
Mastoid diperkusi untuk menentukan nyeri ketok.


















LIANG TELINGA
Lapang atau sempit, dindingnya adakah edema, hiperemis atau ada furunkel. Perhatikan adanya polip atau jaringan granulasi, tentukan dari mana asalnya. Apakah ada serumen atau sekret.














MEMBRAN TIMPANI
Nilai warna, reflek cahaya, perforasi dan tipenya dan gerakannya.
Warna membran timpani yang normal putih seperti mutiara.
Refleks cahaya normal berbentuk kerucut, warna seperti air raksa
Bayangan kaki maleus jelas kelihatan bila terdapat retraksi membrane timpani
ke arah dalam.

Perforasi umumnya berbentuk bulat. Bila disebabkan oleh trauma biasanya
berbentuk robekan dan di sekitarnya terdapat bercak darah. Lokasi perforasi
dapat di atik (di daerah pars flaksida), di sentral (di pars tensa dan di sekitar
perforasi masih terdapat membran) dan di marginal (perforasi terdapat di pars
tensa dengan salah satu sisinya langsung berhubungan dengan sulkus
timpanikus)
Gerakan membran timpani normal dapat dilihat dengan memakai balon
otoskop.
Pada sumbatan tuba Eustachius tidak terdapat gerakan membran timpani ini.



PEMERIKSAAN HIDUNG, NASOFARING DAN SINUS PARANASAL

HIDUNG LUAR
Bentuk hidung luar diperhatikan apakah ada deformitas atau depresi tulang hidung. Apakah ada pembengkakan di daerah hidung dan sinus paranasal. Dengan jari dapat dipalpasi adanya krepitasi tulang hidung atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung dan sinus paranasal.



RINOSKOPI ANTERIOR

Pasien duduk menghadap pemeriksa. Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri (right handed), arah horizontal, dengan jari telunjuk ditempelkan pada dorsum nasi. Tangan kanan untuk mengatur posisi kepala. Spekulum dimasukkan ke dalam rongga hidung dalam posisi tertutup, dan dikeluarkan dalam posisi terbuka. Saat pemeriksaan diperhatikan keadaan :
Rongga hidung, luasnya lapang/sempit( dikatakan lapang kalau dapat dilihat pergerakan palatum mole bila pasien disuruh menelan) , adanya sekret, lokasi serta asal sekret tersebut.
Konka inferior, konka media dan konka superior warnanya merah muda (normal), pucat atau hiperemis. Besarnya, eutrofi, atrofi, edema atau hipertrofi.
Septum nasi cukup lurus, deviasi, krista dan spina.
Jika terdapat sekret kental yang keluar daridaerah antara konka media dan konka inferior kemungkinan sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior, sedangkan sekret yang terdapat di meatus superior berarti sekret berasal dari sinus etmoid posterior atau sinus sphenoid.
Massa dalam rongga hidung, seperti polip atau tumor perlu diperhatikan keberadaannya.
Asal perdarahan di rongga hidung, krusta yang bau dan lain-lain perlu diperhatikan.






RINOSKOPI POSTERIOR
Untuk pemeriksaan ini dipakai kaca tenggorok no.2-4. Kaca ini dipanaskan dulu dengan lampu spritus atau dengan merendamkannya di air panas supaya kaca tidak menjadi kabur oleh nafas pasien. Sebelum dipakai harus diuji dulu pada punggung tangan pemeriksa apakah tidak terlalu panas.
Lidah pasien ditekan dengan spatula lidah, pasien bernafas melalui mulut kemudian kaca tenggorok dimasukkan ke belakang uvula dengan arah kaca ke atas. Setelah itu pasien diminta bernafas melalui hidung. Perlu diperhatikan kaca tidak boleh menyentuh dinding posterior faring supaya pasien tidak terangsang untuk muntah. Sinar lampu kepala diarahkan ke kaca tenggorok dan diperhatikan :
- septum nasi bagian belakang
- nares posterior (koana)
- sekret di dinding belakang faring (post nasal drip)
- dengan memutar kaca tenggorok lebih ke lateral maka tampak konka superior, konka media dan konka inferior.
- Pada pemeriksaan rinoskopi posterior dapat dilihat nasopharing, perhatikan muara tuba, torus tubarius dan fossa rossen muller.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar