Sabtu, 18 Juni 2011

dianhusadanurul isanaini tekhnik pemeriksaan telinga luar

PEMERIKSAAN TELINGA

Tujuan
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga dan fungsi pendengaran.

Persiapan alat
1. Arloji berjarum jam detik
2. Garpu talla
3. Spekulum telinga
4. Lampu kepala

Prosedur pelaksanaan
Inspeksi dan palpasi telinga luar
1. Bantu klien dalam posisi duduk jika memungkinkan
2. Posisi pemeriksa menghadap ke sisi telinga yang dikaji
3. Atur pencahayaan dengan menggunakan auroskop, lampu kepala atau sumber cahaya lain sehingga tangan pemeriksa bebas bekerja



4. Inspeksi telinga luar terhadap posisi, warna, ukuran, bentuk, hygiene, adanya lesi/ massa dan kesimetrisan.
5. Lakukan palpasi dengan memegang telinga menggunakan jari telunjuk dan jempol.
6. Palpasi kartilago telinga luar secara simetris, yaitu dari jaringan lunak ke jaringan keras dan catat jika ada nyeri
7. Lakukan penekanan pada area tragus ke dalam dan tulang telinga di bawah daun telinga.
8. Bandingkan telinga kiri dan kanan.
9. Inspeksi lubang pendengaran eksternal dengan cara berikut:
- Pada orang dewasa, pegang daun telinga/ heliks dan perlahan-lahan tarik daun telinga ke atas dan ke belakang sehingga lurus dan menjadi mudah diamatai.
- Pada anak-anak, tarik daun telinga ke bawah.
10. Periksa adanya peradangan, perdarahan atau kotoran/ serumen pada lubang telinga.

Pemeriksaan pendengaran
Menggunakan bisikan
1. Atur posisi klien membelakangi pemeriksa pada jarak 4-6 m.
2. Instruksikan klien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa
3. Bisikkan suatu bilangan, misal ”tujuh enam”
4. Minta klien untuk mengulangi bilangan yang didengar
5. Periksa telinga lainnya dengan cara yang sama
6. Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri klien.
Menggunakan arloji
1. Ciptakan suasana ruangan yang tenang
2. Pegang arloji dan dekatkan ke telinga klien
3. Minta klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia mendengar detak arloji
4. Pindahkan posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan minta klien untuk memberitahu pemeriksa jika ia tidak mendengar detak arloji. Normalnya klien masih mendengar sampai jarak 30 cm dari telinga.
Menggunakan garpu talla
Pemeriksaan Rinne
1. Pegang garpu talla pada tangkainya dan pukulkan ke telapak tangan atau buku jari tangan yang berlawanan
2. Letakkan tangkai garpu talla pada prosesus mastoideus klien
3. Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan getaran lagi
4. Angkat garpu talla dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien 1-2 cm dengan posisi garpu talla paralel terhadap lubang telinga luar klien
5. Instruksikan klien untuk memberitahu apakah ia masih mendengar suara atau tidak
6. Catat hasil pendengaran pemeriksaan tersebut

Pemeriksaan Weber
1. Pegang garpu talla pada tangkainya dan pukulkan ke telapak tangan atau buku jari tangan yang berlawanan
2. Letakkan tangkai garpu talla di tengah puncak kepala klien
3. Tanyakan kepada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga
4. Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.

dianhusadanurul isanaini tekhnik romber test

1. Tes jari-hidung

Tahan jari anda sepanjang kira-kira satu lengan dari pasien. Instruksikan pasien anda untuk menyentuh jari anda dengan menggunakan jari telunjuk kemudian menyentuh hidungnya kembali. Gerakan ini diulangi beberapa kali. Pasien mungkin saja tidak dapat menyentuh jari anda atauterjadi tremor intensi.

Indikasi: disfungsi serebellar


2. Tes tumit-betis

Biarkan pasien berbaring. Instruksikan pasien untuk meletakkan satu tumit di lutut yang berlawanan kemudian tumit diarahkan mengikuti tulang tibian ke bawah sampai ke pergelangan kaki dan kemudian kembali ke tempat semula. Pasien mungkin saja mengalami tremor, ketidakmampuan menempatkan tumit ke betis atau gerakan yang tidak terkoordinasi.

Indikasi: disfungsi serebellar



3. Tes rasa posisi sendi

Sendi yang di tes adalah sendi yang paling jauh dari tubuh misalnya sendi interpalangeal. Dengan mata pasien yang terbuka, gerakkan sendi tersebut. Kemudian untuk mengujinya, instruksikan pasien untuk menutup matanya. Gerakkan sendi tersebut dengan menggunakan dua jari. Instruksikan pasien untuk menebak ke mana gerakan sendi tersebut. Untuk tes ini, harus dipastikan sendi yang dugerakkan hanya satu dan gerakan tersebut tidak menyentuh jari-jari lainnya sehingga membuat pasien kebingungan. Jika terjadi kelemahan, tes sendi yang lainnya.

Indikasi:kehilangan proprioseptif


4. Tes sentuhan ringan

Gunakan sebuah kain katun yang tipis. Dengan mata pasien yang terbuka, demonstrasikan apa yang akan anda lakukan kepada pasien. Untuk tes ini, instruksikan pasien untuk menutup matanya kemudian eluskan kain tipis ke bagian tubuh yang dipilih dan instruksikan pasien untuk menyebutkan di mana bagian yang dielus dengan kain tersebut.

Indikasi: kelemahan sensasi sentuhan


5. Tes jarum

Tes ini menggunakan alat khusus neurologi berupa jarum jang memiliki salah satu ujung yang tajam dan ujung lainnya tumpul. Dengan mata pasien yang terbuka, demonstrasikan apa yang akan anda lakukan. Untuk melakukan tes ini, instruksikan pasien untuk menutup mata, kemudian gunakan bagian tajam dan tumpul dari jarum tersebut secara bergantian di beberapa bagian tubuh secara acak. Instruksikan pasien untuk menyebut sensasi apa yang dirasakannya.

Indikasi: kelemahan sensasi nyeri


6. Tes babinski

Berikan tekanan yang kuat di sepanjang sisi lateral telapak kaki hingga ke arah jari kaki. Kemudian perhatikan ibu jari kaki. Respon normal terjadi jika ibu jari kaki fleksi. Jika ibu jari kaki ekstensi sedangkan jari lainnya membentang, ini mengindikasikan adanya gejala babinski pada pasien.

Indikasi: gejala babinski mengindikasikan kerusakan di upper motor neuron


7. Tes berganti gerakan dengan cepat

Instruksikan pasien untuk mengangkat telapak tangan dan menahannya. Kemudian tampar tangan yang lainnya dengan menggunakan telapak dan punggung tangan secara bergantian. Jika pasien kurang lancar dan kehilangan irama gerakan, hal ini dapat merujuk pada kelainan yang disebut disdiadokokinesia. Untuk mengetes tubuh bagian bawah, instruksikan pasien untuk menyentakkan salah satu kakinya ke lantai kemudian diganti dengan kaki yang lain.

Indikasi: disfungsi serebellar


8. Tes Romberg

Pasien diinstruksikan untuk berdiri dan membuka mata. Kemudian pasien diinstruksikan untuk menutup mata (pastikan anda dapat menopang pasien jika dia jatuh). Kemudian perhatikan apakah pasien terlalu banyak bergoyang atau kehilangan keseimbangan.

Indikasi: jika pasien menutup mata kemudian jatuh, hal ini mengindikasikan adanya kelemahan pada proprioseptif atau vestibular.


9. Tes sensasi suhu

Tes ini adalah tes yang sangat sederhana dengan menggunakan benda yang dingin misalnya garpu tala. Sentuhkan benda tersebut di beberapa bagian tubuh kemudian instruksikan pasien untuk menyebut sensasi apa yang dirasakannya. Tes lainnya menggunakan dua tabung berisi air hangat dan air dingin. Kemudian instruksikan pasien untuk membedakan kedua sensasi tersebut.

Indikasi: kelemahan sensasi suhu


10. Diskriminasi dua titik

Tes ini membutuhkan alat diskriminasi dua titik. Sejenis alat yang mirip dengan jarum kompas yang memiliki dua ujung yang tumpul. Instruksikan pasien untuk menutup mata, kemudian sentuhkan satu atau dua ujung yang tumpul ke tubuh pasien. Perkecil jarak antara dua sentuhan tersebut hingga pasien tidak bisa membedakan antara satu atau dua sentuhan. Sentuhan ini harus dibedakan berdasarkan ketebalan kulit antarbagian tubuh. Pasien normal dapat membedakan dua sentuhan tersebut dengan jarak kira-kira 5 mm di jari telunjuk dan kira-kira 4 cm di kaki. Bandingkan hasil yang didapatkan antara bagian kanan dan kiri.

Indikasi: kerusakan fungsi sensorik


11. Tes sensasi getar

Tes ini menggunakan garpu tala. Instruksikan pasien untuk menutup mata. Getarkan garpu tala dan dekatkan pada tubuh pasien. Instruksikan pasien untuk menyebut apakah garpu tala bergetar atau tidak. jika pasien merasa ragu, hentikan getaran pada garpu tala dengan menjepitnya dengan dua jari kemudian dekatkan kembali pada tubuh pasien. Instruksikan kembali kepada pasien untuk menyebutkan apakan garpu tala bergetar atau tidak.

dianhusadanurul isanaini pemeriksaan otoskop

TEKNIK PEMERIKSAAN TELINGA

Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran
timpani.
Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak mengganggu pergerakan, kira kira 20-30 cm di depan dada pemeriksa dengan sudut kira kira 60 derajat, lingkaran focus dari lampu, diameter 2-3 cm.
Untuk memeriksa telinga, harus diingat bahwa liang telinga tidak lurus. Untuk meluruskannya maka daun telinga ditarik ke atas belakang , dan tragus ditarik ke depan. Pada anak, daun telinga ditarik ke bawah. Dengan demikian liang telinga dan membran timpani akan tampak lebih jelas.
Liang telinga dikatakan lapang apabila pada pemeriksaan dengan lampu kepala tampak membran timpani secara keseluruhan( pinggir dan reflex cahaya) Seringkali terdapat banyak rambut di liang telinga,atau liang telinga sempit( tak tampak keseluruhan membran timpani) sehingga perlu dipakai corong telinga. Pada anak oleh karena liang telinganya sempit lebih baik dipakai corong telinga.
Kalau ada serumen, bersihkan dengan cara ekstraksi apabila serumen padat, irigasi apabila tidak terdapat komplikasi irigasi atau di suction bila serumen cair.
Untuk pemeriksaan detail membran timpani spt perforasi, hiperemis atau bulging dan retraksi, dipergunakan otoskop. Otoskop dipegang seperti memegang pensil. Dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien. Untuk melihat gerakan membran timpani digunakan otoskop pneumatic.





















DAUN TELINGA
Diperhatikan bentuk serta tanda-tanda peradangan atau pembengkakan.
Daun telinga ditarik, untuk menentukan nyeri tarik dan menekan tragus untuk
menentukan nyeri tekan.




DAERAH MASTOID
Adakah abses atau fistel di belakang telinga.
Mastoid diperkusi untuk menentukan nyeri ketok.


















LIANG TELINGA
Lapang atau sempit, dindingnya adakah edema, hiperemis atau ada furunkel. Perhatikan adanya polip atau jaringan granulasi, tentukan dari mana asalnya. Apakah ada serumen atau sekret.














MEMBRAN TIMPANI
Nilai warna, reflek cahaya, perforasi dan tipenya dan gerakannya.
Warna membran timpani yang normal putih seperti mutiara.
Refleks cahaya normal berbentuk kerucut, warna seperti air raksa
Bayangan kaki maleus jelas kelihatan bila terdapat retraksi membrane timpani
ke arah dalam.

Perforasi umumnya berbentuk bulat. Bila disebabkan oleh trauma biasanya
berbentuk robekan dan di sekitarnya terdapat bercak darah. Lokasi perforasi
dapat di atik (di daerah pars flaksida), di sentral (di pars tensa dan di sekitar
perforasi masih terdapat membran) dan di marginal (perforasi terdapat di pars
tensa dengan salah satu sisinya langsung berhubungan dengan sulkus
timpanikus)
Gerakan membran timpani normal dapat dilihat dengan memakai balon
otoskop.
Pada sumbatan tuba Eustachius tidak terdapat gerakan membran timpani ini.



PEMERIKSAAN HIDUNG, NASOFARING DAN SINUS PARANASAL

HIDUNG LUAR
Bentuk hidung luar diperhatikan apakah ada deformitas atau depresi tulang hidung. Apakah ada pembengkakan di daerah hidung dan sinus paranasal. Dengan jari dapat dipalpasi adanya krepitasi tulang hidung atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung dan sinus paranasal.



RINOSKOPI ANTERIOR

Pasien duduk menghadap pemeriksa. Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri (right handed), arah horizontal, dengan jari telunjuk ditempelkan pada dorsum nasi. Tangan kanan untuk mengatur posisi kepala. Spekulum dimasukkan ke dalam rongga hidung dalam posisi tertutup, dan dikeluarkan dalam posisi terbuka. Saat pemeriksaan diperhatikan keadaan :
Rongga hidung, luasnya lapang/sempit( dikatakan lapang kalau dapat dilihat pergerakan palatum mole bila pasien disuruh menelan) , adanya sekret, lokasi serta asal sekret tersebut.
Konka inferior, konka media dan konka superior warnanya merah muda (normal), pucat atau hiperemis. Besarnya, eutrofi, atrofi, edema atau hipertrofi.
Septum nasi cukup lurus, deviasi, krista dan spina.
Jika terdapat sekret kental yang keluar daridaerah antara konka media dan konka inferior kemungkinan sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior, sedangkan sekret yang terdapat di meatus superior berarti sekret berasal dari sinus etmoid posterior atau sinus sphenoid.
Massa dalam rongga hidung, seperti polip atau tumor perlu diperhatikan keberadaannya.
Asal perdarahan di rongga hidung, krusta yang bau dan lain-lain perlu diperhatikan.






RINOSKOPI POSTERIOR
Untuk pemeriksaan ini dipakai kaca tenggorok no.2-4. Kaca ini dipanaskan dulu dengan lampu spritus atau dengan merendamkannya di air panas supaya kaca tidak menjadi kabur oleh nafas pasien. Sebelum dipakai harus diuji dulu pada punggung tangan pemeriksa apakah tidak terlalu panas.
Lidah pasien ditekan dengan spatula lidah, pasien bernafas melalui mulut kemudian kaca tenggorok dimasukkan ke belakang uvula dengan arah kaca ke atas. Setelah itu pasien diminta bernafas melalui hidung. Perlu diperhatikan kaca tidak boleh menyentuh dinding posterior faring supaya pasien tidak terangsang untuk muntah. Sinar lampu kepala diarahkan ke kaca tenggorok dan diperhatikan :
- septum nasi bagian belakang
- nares posterior (koana)
- sekret di dinding belakang faring (post nasal drip)
- dengan memutar kaca tenggorok lebih ke lateral maka tampak konka superior, konka media dan konka inferior.
- Pada pemeriksaan rinoskopi posterior dapat dilihat nasopharing, perhatikan muara tuba, torus tubarius dan fossa rossen muller.

dianhusadanurul isanaini tekhnik uji pendengaran

Tes Pendengaran

Filed under: telinga — hennykartika @ 4:10 pm
Tes Pendengaran
Oleh : Muhammad al-Fatih II
Ada 4 cara yang dapat kita lakukan untuk mengetes fungsi pendengaran penderita, yaitu :
Tes bisik.
Tes bisik modifikasi.
Tes garpu tala.
Pemeriksaan audiometri.
Tes Bisik
Ada 3 syarat utama bila kita melakukan tes bisik, yaitu :
Syarat tempat.
Syarat penderita.
Syarat pemeriksa.
Ada 3 syarat tempat kita melakukan tes bisik, yaitu :
Ruangannya sunyi.
Tidak terjadi echo / gema. Caranya dinding tidak rata, terbuat dari soft board, atau tertutup kain korden.
Jarak minimal 6 meter.
Ada 4 syarat bagi penderita saat kita melakukan tes bisik, yaitu :
Kedua mata penderita kita tutup agar ia tidak melihat gerakan bibir pemeriksa.
Telinga pasien yang diperiksa, kita hadapkan ke arah pemeriksa.
Telinga pasien yang tidak diperiksa, kita tutup (masking). Caranya tragus telinga tersebut kita tekan ke arah meatus akustikus eksterna atau kita menyumbatnya dengan kapas yang telah kita basahi dengan gliserin.
Penderita mengulangi dengan keras dan jelas setiap kata yang kita ucapkan.
Ada 2 syarat bagi pemeriksa saat melakukan tes bisik, yaitu :
Pemeriksa membisikkan kata menggunakan cadangan udara paru-paru setelah fase ekspirasi.
Pemeriksa membisikkan 1 atau 2 suku kata yang telah dikenal penderita. Biasanya kita menyebutkan nama benda-benda yang ada disekitar kita.
Teknik pemeriksaan pada tes bisik, yaitu :
Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri. Hanya pemeriksa yang boleh berpindah tempat. Pertama-tama pemeriksa membisikkan kata pada jarak 1 meter dari penderita. Pemeriksa lalu mundur pada jarak 2 meter dari penderita bilamana penderita mampu mendengar semua kata yang kita bisikkan. Demikian seterusnya sampai penderita hanya mendengar 80% dari semua kata yang kita bisikkan kepadanya. Jumlah kata yang kita bisikkan biasanya 5 atau 10. Jadi tajam pendengaran penderita kita ukur dari jarak antara pemeriksa dengan penderita dimana penderita masih mampu mendengar 80% dari semua kata yang kita ucapkan (4 dari 5 kata).
Kita dapat lebih memastikan tajam pendengaran penderita dengan cara mengulangi pemeriksaan. Misalnya tajam pendengaran penderita 4 meter. Kita maju pada jarak 3 meter dari pasien lalu membisikkan 5 kata dan penderita mampu mendengar semuanya. Kita kemudian mundur pada jarak 4 meter dari penderita lalu membisikkan 5 kata dan penderita masih mampu mendengar 4 kata (80%).
Ada 2 jenis penilaian pada tes pendengaran, yaitu :
Penilaian kuantitatif seperti pemeriksaan tajam pendengaran pada tes bisik maupun tes bisik modifikasi.
Penilaian kualitatif seperti pemeriksaan jenis ketulian pada tes garpu tala dan audiometri.
Ada 3 jenis ketulian, yaitu :
Tuli sensorineural / sensorineural hearing loss (SNHL).
Tuli konduktif / conductive hearing loss (CHL).
Tuli sensorineural & konduktif / mix hearing loss (MHL).
Tuli sensorineural / sensorineural hearing loss (SNHL) adalah jenis ketulian yang tidak dapat mendengar suara berfrekuensi tinggi. Misalnya tidak dapat mendengar huruf S dari kata susu sehingga penderita mendengarnya uu.
Tuli konduktif / conductive hearing loss (CHL) adalah jenis ketulian yang tidak dapat mendengar suara berfrekuensi rendah. Misalnya tidak dapat mendengar huruf U dari kata susu sehingga penderita mendengarnya ss.
Ada 3 jenis frekuensi, yaitu :
Frekuensi rendah. Meliputi 16 Hz, 32 Hz, 64 Hz, dan 128 Hz.
Frekuensi normal. Frekuensi yang dapat didengar oleh manusia berpendengaran normal. Meliputi 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz.
Frekuensi tinggi. Meliputi 4096 Hz dan 8192 Hz.
Tes Bisik Modifikasi
Tes bisik modifikasi merupakan hasil perubahan tertentu dari tes bisik. Tes bisik modifikasi kita gunakan sebagai skrining pendengaran dari kelompok orang berpendengaran normal dengan kelompok orang berpendengaran abnormal dari sejumlah besar populasi. Misalnya tes kesehatan pada penerimaan CPNS.
Cara kita melakukan tes bisik modifikasi, yaitu :
Kita melakukannya dalam ruangan kedap suara.
Kita membisikkan 10 kata dengan intensitas suara lebih kecil dari tes bisik konvensional karena jaraknya juga lebih dekat dari jarak pada tes bisik konvensional.
Cara kita memperlebar jarak dengan penderita yaitu dengan menolehkan kepala kita atau kita berada dibelakang penderita sambil melakukan masking (menutup telinga penderita yang tidak kita periksa dengan menekan tragus penderita ke arah meatus akustikus eksternus).
Pendengaran penderita normal bilamana penderita masih bisa mendengar 80% dari semua kata yang kita bisikkan.
Tes Garpu Tala
Ada 4 jenis tes garpu tala yang bisa kita lakukan, yaitu :
Tes batas atas & batas bawah.
Tes Rinne.
Tes Weber.
Tes Schwabach.
Tes Batas Atas & Batas Bawah
Tujuan kita melakukan tes batas atas & batas bawah yaitu agar kita dapat menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar pasien dengan hantaran udara pada intensitas ambang normal.
Cara kita melakukan tes batas atas & batas bawah, yaitu :
Semua garpu tala kita bunyikan satu per satu. Kita bisa memulainya dari garpu tala berfrekuensi paling rendah sampai garpu tala berfrekuensi paling tinggi atau sebaliknya.
Cara kita membunyikan garpu tala yaitu dengan memegang tangkai garpu tala lalu memetik secara lunak kedua kaki garpu tala dengan ujung jari atau kuku kita.
Bunyi garpu tala terlebih dahulu didengar oleh pemeriksa sampai bunyinya hampir hilang. Hal ini untuk mendapatkan bunyi berintensitas paling rendah bagi orang normal / nilai normal ambang.
Secepatnya garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus pasien pada jarak 1-2 cm secara tegak dan kedua kaki garpu tala berada pada garis hayal yang menghubungkan antara meatus akustikus eksternus kanan dan kiri.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes batas atas & batas bawah yang kita lakukan, yaitu :
Normal. Jika pasien dapat mendengar garpu tala pada semua frekuensi.
Tuli konduktif. Batas bawah naik dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi berfrekuensi rendah.
Tuli sensorineural. Batas atas turun dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi berfrekuensi tinggi.
Kesalahan interpretasi dapat terjadi jika kita membunyikan garpu tala terlalu keras sehingga kita tidak dapat mendeteksi pada frekuensi berapa pasien tidak mampu lagi mendengar bunyi.
Tes Rinne
Tujuan kita melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
Ada 2 cara kita melakukan tes Rinne, yaitu :
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes Rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tankainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garpu tala di depan meatus akustikus eksterna lebih keras daripada di belakang meatus akustikus eksterna (planum mastoid). Tes Rinne positif jika pasien mendengarnya lebih keras. Sebaliknya tes Rinne negatif jika pasien mendengarnya lebih lemah.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Rinne yang kita lakukan, yaitu :
Normal. Jika tes Rinne positif.
Tuli konduktif. Jika tes Rinne negatif.
Tuli sensorineural. Jika tes Rinne positif.
Interpretasi tes Rinne dapat false Rinne baik pseudo positif dan pseudo negatif. Hal ini dapat terjadi manakala telinga pasien yang tidak kita tes menangkap bunyi garpu tala karena telinga tersebut pendengarannya jauh lebih baik daripada telinga pasien yang kita periksa.
Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak tegak lurus, tangkai garpu tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu tala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garpu tala saat kita menempatkan garpu tala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala sudah berhenti saat kita memindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksterna.
Tes Weber
Tujuan kita melakukan tes Weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien.
Cara kita melakukan tes Weber yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis median (dahi, verteks, dagu, atau gigi insisivus) dengan kedua kakinya berada pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras.
Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras pada 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Weber yang kita lakukan, yaitu :
Normal. Jika tidak ada lateralisasi.
Tuli konduktif. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit.
Tuli sensorineural. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat.
Misalnya terjadi lateralisasi ke kanan maka ada 5 kemungkinan yang bisa terjadi pada telinga pasien, yaitu :
Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri normal.
Telinga kanan dan telinga kiri mengalami tuli konduktif tetapi telinga kanan lebih parah.
Telinga kiri mengalami tuli sensorineural sedangkan telinga kanan normal.
Telinga kiri dan telinga kanan mengalami tuli sensorineural tetapi telinga kiri lebih parah.
Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri mengalami tuli sensorineural.
Tes Schwabach
Tujuan kita melakukan tes Schwabach adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara pemeriksa dengan pasien.
Cara kita melakukan tes Schwabach yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pemeriksa, segera garpu tala tersebut kita pindahkan dan letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien. Apabila pasien masih bisa mendengar bunyinya berarti Scwabach memanjang. Sebaliknya jika pasien juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach memendek atau normal.
Cara kita memilih apakah Schwabach memendek atau normal yaitu mengulangi tes Schwabach secara terbalik. Pertama-tama kita membunyikan garpu tala 512 Hz lalu meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pasien. Setelah pasien tidak mendengarnya, segera garpu tala kita pindahkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Jika pemeriksa juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach normal. Sebaliknya jika pemeriksa masih bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach memendek.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Schwabach yang kita lakukan, yaitu :
Normal. Schwabch normal.
Tuli konduktif. Schwabach memanjang.
Tuli sensorineural. Schwabach memendek.
Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi. Misalnya tangkai garpu tala tidak berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau pasien lambat memberikan isyarat tentang hilangnya bunyi.
Tuli Konduksi Tes Pendengaran Tuli Sensori Neural
Tidak dengar huruf lunak
Dengar huruf desis Tes Bisik Dengar huruf lunak
Tidak dengar huruf desis
Normal Batas Atas Menurun
Naik Batas Bawah Normal
Negatif Tes Rinne Positif, false positif / false negatif
Lateralisasi ke sisi sakit Tes Weber Lateralisasi ke sisi sehat
Memanjang Tes Schwabach Memendek

dianhusadanurul isanaini patofisiologi sistem pendengaran

PENDAHULUAN
Tuli mendadak ( sudden deafness, sudden hearing loss/SHL) adalah suatu ketulian yang terjadi secara tiba-tiba dalam beberapa jam sampai beberapa hari, biasanya unilateral tetapi bisa juga bilateral, bersifat tuli syaraf dengan penyebab yang tidak diketahui. Definisi tuli mendadak menurut Hudhess adalah tuli syaraf dengan penurunan pendengaran 30 dB atau lebih dengan pemeriksaan audiometri paling sedikit tiga frekuensi dan terjadi dalam 3 hari atau kurang.1,2
Tuli mendadak merupakan suatu keadaan emergency di bidang otologi sehingga memerlukan tindakan segera untuk mencegah timbulnya kelainan yang menetap dan menyelamatkan fungsi pendengaran, sering juga menimbulkan frustasi dan kecemasan pada penderitanya.1-3
Penyebab tuli mendadak sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Teori-teori yang populer penyebab tuli mendadak disebutkan adalah virus dan gangguan vaskuler.2
ANATOMI
Sistem pendengaran manusia terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu :
  1. Sistem pendengaran perifer, terdiri atas struktur yang terletak di luar batang otak atau otak, yaitu telinga dan nervus koklearis.
  2. Sistem pendengaran sentral, terdiri atas struktur saraf pendengaran setelah nervus koklearis, yaitu kompleks nukleus koklearis, kompleks nukleus olivarius superior, lemniskus lateral, kolikulus inferior, korpus genikulatum medial dan korteks pendengaran.3-5
Gambar 1. : Penampang Anatomi Telinga
Dikutip dari kepustakaan no.8
Sistem Pendengaran Perifer
Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
- Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga.
- Telinga tengah terdiri dari :
o Membran timpani membatasi telinga luar dan telinga tengah.
o Kavum timpani
o Prosessus mastoideus
o Tuba eustachius 3-6
Pada telinga tengah terdapat tulang – tulang pendengaran, yaitu maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang pendengaran tersebut merupakan organ yang terletak dalam kavum timpani, yang berfungsi pada proses penghantaran bunyi. Ketiga tulang pendengaran saling berhubungan, kedudukannya ditopang oleh beberapa ligamentum dan otot. Maleus merupakan tulang paling lateral dan sebagian melekat pada membran timpani. Inkus merupakan tulang yang terletak di posisi medial dari maleus. Stapes merupakan tulang paling medial dari rangkaian tulang pendengaran ini. Pada kavum timpani terdapat otot tensor timpani dan otot stapedius. Otot tensor timpani berinsersi pada bagian atas manubrium maleus dan berorigo pada dinding depan kavum timpani, dipersarafi oleh N. Trigeminus. Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah anteromedial, mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam. Otot stapedius berinsersi pada leher tulang stapes dan berorigo pada eminensia piramidalis, dipersarafi oleh cabang stapedial N. Fasialis. Rongga telinga tengah dihubungkan dengan nasofaring melalui tuba eustachius, yang berfungsi menjaga agar tekanan telinga tengah dapat sama dengan tekanan udara di luar.9,15
Gambar 2. : Gambaran Anatomi Telinga Tengah
Dikutip dari kepustakaan no.12
- Telinga dalam terdiri dari :
o Koklea sebagai bagian sistem pendengaran
o Vestibulum
o Kanalis semisirkularis yang merupakan organ keseimbangan.
Koklea merupakan saluran tulang dengan panjang 35 mm, berbentuk 2,5 lingkaran dan menyerupai rumah siput. Saluran tulang ini dibagi menjdi 3 bagian yaitu skala vestibuli, media dan timpani. Skala vestibuli dan timpani mengandung cairan perilimfe, sedangkan skala media mengandung endolimfe. Pada dasar skala media ( duktus koklearis ) terdapat membran basilaris, yang menjadi landasan organ Corti. Pada organ Corti terdapat sel – sel rambut dalam yang tersusun satu lapis dan sel – sel rambut luar yang tersusun tiga lapis. Setiap sel memiliki silia yang menembus membran tektoria. 3-5
Gambar 3 : Gambaran Anatomi Telinga Dalam
Dikutip dari kepustakaan no.18
Sistem Pendengaran Sentral
Cabang koklearis dari N.VIII ( N. koklearis ) dibentuk oleh neuron bipolar dari ganglion spiral koklea. Kemudian saraf ini berjalan melalui liang telinga dalam, bergabung dengan cabang vestibularis, kemudian menyeberangi sudut cerebellopontin, dan masuk ke batang otak pada bagian terbawah dari pons, pada titik inilah sistem pendengaran sentral dimulai. Kemudian N. koklearis menuju ke kompleks nukleus koklearis, yang terdiri atas nukleus koklearis ventral dan dorsal. Serabut yang berasal dari nukleus koklearis ventral dan dorsal mengirimkan impuls ke kompleks olivarius superior dan kemudian ke lemniskus lateral. Impuls kemudian berlanjut ke kolikulus inferior, yang terletak pada otak bagian tengah. Kemudian serabut saraf bersinaps ke korpus genikulatum medial yang terletak di thalamus dan akhirnya mencapai korteks pendengaran. Pada manusia, letak korteks pendengaran primer terdapat pada area 41 Broodmann, yang terletak pada girus temporalis superior. 3-12
Gambar 4. Anatomi Sistem Pendengaran Sentral
Dikutip dari kepustakaan no. : 9
FISIOLOGI PENDENGARAN
Untuk memahami fisiologi pendengaran perlu diketahui tentang bunyi. Bunyi terjadi disebabkan oleh adanya sumber bunyi, media penghantar gelombang suara serta adanya reseptor penerima informasi tersebut. Sumber bunyi akan menghasilkan tekanan gelombang suara.5
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga, dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Daun telinga berfungsi untuk menangkap serta menghimpun gelombang bunyi yang datang dari luar untuk kemudian diarahkan ke liang telinga dan selanjutnya bersama liang telinga tersebut menyebabkan naiknya tekanan akustik sebesar 10 – 15 dB pada membran timpani. Setelah sampai di membran timpani, getaran diteruskan ke telinga tengah. 6-8
Fungsi organ dalam telinga tengah selain untuk meneruskan gelombang bunyi, juga memproses energi bunyi tersebut sebelum memasuki koklea. Dalam telinga tengah, energi bunyi mengalami amplifikasi melalui sistem rangkaian tulang pendengaran. Setelah diamplifikasi, energi tersebut akan diteruskan ke stapes, yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner, yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel – sel rambut, sehingga terjadi pelepasan ion – ion bermuatan listrik. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinaps dan menghasilkan potensial aksi yang kemudian diteruskan ke serabut – serabut N.VIII menuju nukleus koklearis sampai ke korteks pendengaran. 13,17
KEKERAPAN
Tuli mendadak terbanyak pada usia 40 – 60 tahun, hampir tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita. Tuli mendadak juga tidak membedakan ras. 7-10
Angka tuli mendadak kira-kira satu persen dari seluruh kasus tuli syaraf. Kira-kira 4000 kasus baru terjadi setiap tahun di Amerika serikat dan kira-kira 15.000 kasus baru terjadi di seluruh dunia. Banyak kasus yang tidak dilaporkan dan kemungkinan lebih besar dari data yang didapat. 11,12
Wiyadi di RSUD Sutomo Surabaya selama Januari 1990 – Desember 1993 menemukan 53 penderita tuli mendadak.
Sedangkan kasus tuli mendadak di RSUP H. Adam Malik periode Januari 2007 – Desember 2007 belum di jumpai atau mungkin tidak terdiagnosa.
ETIOLOGI
Penyebab tuli mendadak belum diketahui secara pasti, tetapi teori teori yang banyak berkembang menyatakan bahwa kebanyakan penyebab tuli mendadak adalah virus dan gangguan vaskuler. Beberapa faktor yang dianggap sebagai pencetus tuli mendadak adalah gangguan emosional, kelelahan, diabetes militus, arterisklerosis, umur dan kehamilan.7,8
Penyebab tuli mendadak dapat dikelompokkan sebagai berikut 9,10:
1. Infeksi :
Virus ataupun bakteri misalnya :
· Meningococcal meningitis
· Cryptococcal meningitis
· Virus Herpes
· Mumps
· HIV
· Toxoplasmosis
· Syphilis
· Rubella
2. Trauma :
· Perilimph fistula
· Inner ear decompression sickness
· Fraktur temporal
· Cedera telinga dalam
· Pasca operasi THT, misalnya : Stapedectomy
· Komplikasi pasca operasi non THT.
3. Keganasan :
· Neuroma akustik
· Leukemia
· Myeloma
· Metastasis pada internal auditory canal
· Meningeal carsinomatosis
4. Racun :
· Obat-obatan yang bersifat ototoksis
5. Reaksi immunologi :
· Autoimmune inner ear disease (AIED)
· Lupus erythematosus
· Polyarteritis nodosa
· Cogan’s syndrom
6. Gangguan sirkulasi :
· Cardiopulmonary bypass
· Deformitas sel darah merah
· Sickle cell disease
· Insufisiensi vertebrobasilar
· Vascular disease yang disebabkan mitocondriopathy
7. Gangguan neurologi :
· Multiple sclerosis
· Migrain
8. Kelainan metabolik :
· Diabetes mellitus
· Gangguan kelenjar thyroid
9. Idiopatik
PATOFISIOLOGI
Patologi tuli mendadak sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa pendapat mengenai virus dapat menyebabkan tuli mendadak :11
  1. Virus dapat menyebabkan gangglionitis atau neuritis.
  2. Virus melalui darah dapat sampai ke stria vaskularis, masuk ke endolimph dan merusak sel rambut atau melalui cairan cerebrospinal masuk ke perilimph atau melalui tuba eustachius.
  3. Virus menyebabkan penyumbatan pembuluh darah karena melekatnya virus pada sel darah merah mengakibatkan terjadinya hemoglutinasi dan edema endotel yang menyebabkan timbulnya hiperkoagulasi sehingga terjadi penurunan aliran darah ke koklea.
Schuknecht menemukan kelainan pada organ korti penderita tuli mendadak karena virus. Organ korti lepas di bagian basal, sel-sel ganglion yang jumlahnya menurun sedangkan pada bagian apek normal, stria vaskularis cenderung atropi, membran tektoria atropi pada sinsitium limbus. Membran Reisner dapat kolap dan melekat pada membran basiler, sakulus sering dikenai sedangkan utrikulus dan kanalis semisirkularis biasanya terhindar dari kerusakan berat.11,12
Jenkhis dkk (1986) menemukan penderita tuli mendadak karena polyarteritis nodusa. Pada penderita ditemukan arteritis hebat pembuluh darah kecil koklea.16
GEJALA KLINIK
Gejala klinik tuli mendadak :
1. Tuli yang bersifat mendadak dalam beberapa jam atau hari, biasanya unilateral kadang-kadang bilateral. Tuli bersifat sensorineural dimana derajat ketulian dari yang ringan sampai berat dan dapat mengenai semua frekuensi yang paling sering pada frekuensi tinggi 3,4.
2. Tinitus
Kira-kira 70 % penderita tuli mendadak mengalami tinitus dan pada tuli mendadak bilateral ditemukan 79%. Tinitus bisa terjadi beberapa jam sebelum terjadi penurunan pendengaran dan biasanya berkurang dalam beberapa hari tetapi dapat juga menetap7-9.
3. Vertigo
Secara umum 40 % penderita mengalami vertigo ringan , mual dan muntah.11
4. Gejala tambahan
Telinga terasa penuh, sakit kepala dan demam ringan.7-12
DIAGNOSIS BANDING
Gejala
Tuli mendadak
Meniere’s Disease
Labirinitis
Ototoksik
Otosklerosis
Tipe tuli
Sensorineural
Sensorineural
Sensorineural
Sensorineural
- Konduktif
- Sensorineural
Tinitus
( - / +)
( + )
( - / +)
( - / +)
( - / +)
Vertigo
( - / +)
( + )
( + )
( - / +)
( - / +)
Telinga penuh, sakit kepala, demam ringan
( - / +)
( + )
( - )
( - )
( - )
Riwayat pemakaian obat yg bersifat ototoksik
( - )
( - )
( - )
( + )
( - )
DIAGNOSIS
Diagnosis tuli mendadak dapat ditegakkan berdasarkan :
  1. Anamnesis
Pada umumnya penderita mengeluhkan pendengaran menurun secara tiba-tiba, dalam beberapa jam atau hari, biasanya unilateral. Keluhan lain berupa tinitus, rasa penuh pada telinga dan vertigo yang kadang disertai mual, muntah dan sakit kepala3-5.
Disamping itu ditanyakan pula riwayat penyakit yang pernah diderita, tindakan pembedahan yang pernah dialami, riwayat truma kepala, riwayat pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, riwayat pekerjaan apakah perenang, pilot pesawat, ataupun bekerja ditempat yang terpapar bising, riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran dan riwayat penyakit metabolik 6,7.
  1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan otoskopi biasanya didapati liang telinga dan membran timpani yang normal 3-5.
  1. Pemeriksaan Audiologi
    1. Tes Penala
Di jumpai tes rinne positif, tes weber lateralisasi ketelinga yang sehat, tes schwabach memendek.
Kesan : Tuli sensorineural.
    1. Audiometri Nada Murni
Tuli sensorineural ringan sampai berat. Pemeriksaan harus diulang dengan interval waktu 2 – 3 kali sampai menunjukkan hasil yang stabil.
    1. Audiometri Tutur ( Speech Audiometri )
SDS ( Speech Discrimination Score ) kurang dari 100 %.
Kesan : Tuli sensorineural koklea
  1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, pembekuan darah, metabolik dan serologik. Tujuannya untuk mencari kelainan yang mungkin berperan sebagai faktor pencetus atau predisposisi.
  1. Pemeriksaan Radiologi
Ct-Scan ataupun MRI untuk melihat ada tidaknya kelainan pada tulang temporal dan meatus akustikus internus.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuli mendadak sampai saat ini masih kontroversial, walaupun telah banyak cara yang dilakukan. Adanya penyembuhan yang spontan dari gangguan pendengaran menjadi normal ataupun mendekati normal membuat sulit diketahui apakah penyembuhan tersebut akibat pengobatan atau spontan.3,8
Pengobatan ditujukan pada 9:
1. Faktor penyebab
2. Faktor disfungsi neurovaskular
3. Faktor edema
Diantara pengobatan yang sering dilakukan adalah 15-18:
1. Tirah baring total ( total bed rest )
Istirahat fisik dan mental selama 2 minggu untuk menghilangkan atau mengurangi stres yang besar pengaruhnya pada kegagalan neurovaskular.
2. Vasodilator
Berbagai vasodilator telah dicobakan beberapa ahli seperti Inhalasi Carbogen ( 5% karbon dioksida 95% oksigen), histamin fosfat, asam nikotinat dll.
3. Untuk menghilangkan edema
- Diet rendah garam dan diuretik
- Kortikosteroid
Kerja dari kortikosteroid secara nyata tidak diketahui, kemungkinan berperan pada keadaan infeksi, radang, dan reaksi imunologi. Kortikosteroid yang digunakan adalah prednison dengan dosis 4 x 10 mg, tappering off tiap 3 hari.
Snow JB, Telian SA menganjurkan dosis prednison sekali makan 40 – 60 mg per hari dan diberikan pagi hari selama satu minggu penuh diikuti tappering off.
- Pemberian injeksi deksamethason intra timpani efektif memperbaiki pendengaran penderita tuli mendadak setelah pengobatan standar tidak berhasil.17
4. Anti virus
- Acyclovir dan valacyclovir sangat terbatas digunakan pada penderita tuli mendadak. Digunakan apabila perkiraan disebabkan oleh virus.
5. Hyperbaric oksigen terapi (HBOT)
- Pemberian terapi tekanan oksigen 100%. Khasiat HBOT masih dalam tahap evaluasi sebagai terapi tuli mendadak.
- Tetapi sebagian ahli meyakini bahwa penderita tuli mendadak yang cepat terdiagnosa menunjukan hasil yang baik dengan terapi HBOT 17
PROGNOSIS
Prognosis tuli mendadak tidak sejelek yang diperkirakan. Hampir 1/3 penderita dapat sembuh sampai normal kembali, 1/3 masih ada sisa 40-80 SRT (Speech Recognition Threshold) dan 1/3 lainnya mengalami tuli total. Pada umumnya makin cepat diberikan pengobatan makin besar kemungkinan untuk sembuh dan bila penyakit sudah lebih dari 2 minggu kemungkinan sembuh menjadi lebih kecil.
Prognosis juga dipengaruhi oleh :
  1. Tipe audiogram
Audiogram tipe mendatar dan penurunan pada nada tinggi mempunyai prognosa yang lebih jelek dibandingkan dengan penurunan pada nada rendah.
  1. Keluhan vertigo
Penderita dengan keluhan vertigo mempunyai prognosa yang jelek.
  1. Usia
Semakin tua usia penderita sewaktu mendapat serangan tuli mendadak prognosanya semakin jelek.
  1. Penyakit yang menyertainya
Bila disertai penyakit penyerta seperti diabetes melitus, hipertensi, maka prognosanya semakin jelek.
KESIMPULAN
- Tuli mendadak adalah suatu ketulian yang terjadi secara tiba-tiba dalam beberapa jam sampai beberapa hari, biasanya unilateral tetapi bisa juga bilateral, bersifat tuli syaraf dengan penyebab yang tidak diketahui.. Penurunan pendengaran 30 dB atau lebih dengan pemeriksaan audiometri paling sedikit tiga kali dan terjadi dalam 3 hari atau kurang.
- Penyebab tuli mendadak sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Teori-teori yang populer penyebab tuli mendadak disebutkan adalah virus dan gangguan vaskuler.
- Tuli mendadak terbanyak pada usia 40 – 60 tahun, hampir tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita. Tuli mendadak juga tidak membedakan ras.
- Penyebab tuli mendadak belum diketahui secara pasti, tetapi teori teori yang banyak berkembang menyatakan bahwa kebanyakan penyebab tuli mendadak adalah virus dan gangguan vaskuler. Beberapa faktor yang dianggap sebagai pencetus tuli mendadak adalah gangguan emosional, kelelahan, diabetes militus, arterisklerosis, umur dan kehamilan.
- Pengobatan tuli mendadak sampai saat ini masih kontroversial, walaupun telah banyak cara yang dilakukan.
- Pengobatan ditujukan pada :
1. Faktor penyebab
2. Faktor disfungsi neurovaskular
3. Faktor edema
- Prognosis tuli mendadak tidak sejelek yang diperkirakan. Hampir 1/3 penderita dapat sembuh sampai normal kembali, 1/3 masih ada sisa 40-80 SRT (Speech Recognition Threshold) dan 1/3 lainnya mengalami tuli total

tonsilectomy

 

dianhusadanurul isanaini anatomi & fisiologi sistem pendengaran

NATOMI FISIOLOGI TELINGA

PENDAHULUAN
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pende¬ngaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Di antara mereka yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi wicara dan pendidik. Perawat yang terlibat dalam spesialisasi otolaringologi, saat ini dapat raemperoleh sertifikat di bidang keperawatan otorinolaringologi leher dan kepala (CORLN= cerificate in otorhinolaringology-head and neck nursing).
Anatomi Telinga Luar
telinga
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.
Anatomi Telinga Tengah
telinga-tengah
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
Anatomi Telinga Dalam
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dina¬makan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terja¬di aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak
Keseimbangan dan Pusing
Kelainan sisten keseimbangan dan vestibuler mengenai lebih dari 30juta orang Amerika yang berusia 17 tahun ke atas dan mengakibatkan lebih dari 100.000 patah tulang panggul pada populasi lansia setiap tahun.
Keseimbangan badan dipertahankan oleh kerja sama otot dan sendi tubuh (sistem proprioseptif), mata (sistem visual), dan labirin (sistem vestibuler). Ketiganya membawa informasi me¬ngenai keseimbangan, ke otak (sistem serebelar) untuk koordinasi dan persepsi korteks serebelar. Otak, tentu saja, mendapatkan asupan darah dari jantung dan sistem arteri. Satu gangguan pada salah satu dari daerah ini seperti arteriosklerosis atau gangguan penglihatan, dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan.
Aparatus vestibularis telinga tengah memberi unipan balik menge¬nai gerakan dan posisi kepala, mengkoordinasikan semua otot tubuh, dan posisi mata selama gerakan cepat gerakan kepala.
pusing
sering digunakan pada pasien dan pemberi perawatan kesehatan untuk menggambarkan stiap gangguan sensasi orientasi ruang, namun tidak spesifik dan tidak bisa menggambarkan dengan jelas. Karena gangguan keseimbangan adalah sesuatu yang hanya bisa dirasakan oleh pasien, penting untuk menentukan apa gejala yang sebenrnya dirasakan oleh pasien.
Vertigo
didefinisikan sebagaihalusinasi atau ilusi gerakan gerakan seseorang lingkungan seseorang yang dirasakan. Kebanyakan orang yang menderita vertigo menggambarkan rasa berputar putar atau merasa seolah-olah benda berputar mengitari. Vertigo adalah gejala klasik yang dialami ketika te disfungsi yang cukup cepat dan asimetris sistem vestibuler perifer (telinga dalam).
Ataksia
adalah kegagalan koordinasi muskuler dan dapat terjadi pada pasien dengan penyakit vestibuler. Sinkope, pingsan, dan kehilangan kesadaran bukan merupakan bentuk vertigo, juga merupakan karakteristik masalah telinga biasanyaji menunjukkan adanya penyakit sistem kardiovaskuler.
Prinsip Fisiologi yang Mendasari Konduksi Bunyi
Bunyi memasuki telinga melalui kanalis auditorius ekternus dan menyebabkan membrana timpani bergetar Getaran menghantarkan suara, dalam bentukm energi mekanis, melalui gerakan pengungkit osikulus oval. Energi mekanis ini kemudian dihantarkan cairan telinga dalam ke koklea, di mana akani menjadi energi elektris. Energi elektris ini berjalan melalui nervus vestibulokoklearis ke nervus sentral, di mana akan dianalisis dan diterjemahkan dalam bentuk akhir sebagai suara.
Selama proses penghantaran,gelombang suara menghadapi masa yang jauh lebih kecil, dari aurikulus yang berukuran sampai jendela oval yang sangat kecil, yang meng batkan peningkatan amplitudo bunyi.
Fisiologi fungsional jendela oval dan bulat
Memegang peran yang penting. Jendela oval dibatasi olehj anulare fieksibel dari stapes dan membran yang sangat lentur, memungkinkan gerakan penting,dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes menerima impuls dari membrana timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan duktus koklearis dilindungi dari gelombang bunyi oleh menbran timpani yang utuh, jadi memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara. pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu, dan terjadi jedai sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. namun waktu jeda akan berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang cukup besar yang memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan bulat bersamaan. Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal motilitas cairan telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ Corti. Akibatnya terjadi penurunan kemampuan pendengaran.
Gelombang bunyi dihantarkan oleh membrana timpani ke osikuius telinga tengah yang akan dipindahkan ke koklea, organ pendengaran, yang terletak dalam labirin di telinga dalam. Osikel yang penting, stapes, yang menggo dan memulai getaran (gelombang) dalam cairan yang berada dalam telinga dalam. Gelombang cairan ini, pada gilirannya, mengakibatkan terjadinya gerakan mem¬brana basilaris yang akan merangsang sel-sel rambut or¬gan Corti, dalam koklea, bergerak seperti gelombang
. Gerakan membrana akan menimbulkan arus listrik yang akan merangsang berbagai daerah koklea. Sel rambut akan memulai impuls saraf yang telah dikode dan kemudian dihantarkan ke korteks auditorius dalam otak, dan kernudian didekode menjadi pesan bunyi.
Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang dihantararkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien; namun adanya defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus akan memutuskan konduksi udara normal dan mengaki¬batkan hilangnya rasio tekanan-suara dan kehilangan pendengaran konduktif.
Kehilangan Pendengaran
Ada dua jenis kehilangan pendengaran.
Kehilangan konduktif
biasanya terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi serumen, atau kelainan telinga tengah, seperti otitis media atau otosklerosis. Pada keadaan seperti itu, hantaran suara efisien suara melalui udara ke telinga dalam terputus.
kehilangan sensoris
melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Selain kehilangan konduktsi dan sensori neural, dapat juga terjadi kehilangan pendengaran campuran begitu juga kehilangan pendengaran fungsional. Pasien dengan kehilangan suara campuran mengalami kehilangan baik konduktif maupun sensori neural akibat disfungsi konduksi udara maupun konduksi tulang. Kehilangan suara fung¬sional (atau psikogenik) bersifat inorganik dan tidak berhubungan dengan perubahan struktural mekanisme pendengaran yang dapat dideteksi biasanya sebagai manifestasi gangguan emosional.
Lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat menderita berbagai tingkat kehilangan pendengaran. Kebanyakan di antaranya dapat ditolong dengan terapi medis atau bedah atau dengan alat bantu dengar dan memandu pasien ke pusat pelayanan.
Pendekatan Psikososial
Gangguan pendengaran dapat menyebabkan perubahan kepribadian dan sikap, kemampuan berkomunikasi, kepekaan terhadap lingkungan dan bahkan kemampuan untuk melindungi diri sendiri. Di dalam ruang kelas, pelajar dengan gangguan pendengaran dapat menunjukkan tingkat ketidaktertarikan, kurang perhatian dan kegagalan. Orang akan merasa terasing di rumah karena ketidak mampuannya mendengar bunyi lonceng, dengungan, suara burung berkicau, atau kendaraan yang melintas.
Pejalan kaki yang menderita gangguan pendengaran dapat menyeberang jalan pada saat yang tidak tepat karena tak mampu mendengar mobil yang mendekat. Individu yang menderita kehilangan pendengaran dapat melewatkan sebagian percakapan dan merasa yakin bahwa orang lain membicarakan dirinya. Banyak individu bahkan tidak menyadari bahwa pendengarannya secara bertahap mulai terganggu. Sering kali bukan mereka yang menderita gangguan tetapi orang yang berkomunikasi dengan mere¬ka yang pertama kali mengenali adanya gangguan ter-sebut.
Tidak jarang individu dengan gangguan pendengaran menolak mencari pertolongan medis. Oleh karena rasa takut bahwa kehilangan pendengarannya merupakan tanda usia lanjut, banyak orang menolak mengenakan alat bantu dengar. Sedangkan orang lain merasa kurang percaya diri bila mengenakan alat bantu. Pasien yang mampu melakukan introspeksi diri biasanya akan menanyakan kepada orang yang diajaknya berkomunikasi untuk memberi tahu. ketika melakukan penyuluhan pasien yang memerlukan bantuan pendengaran. Perawat harus ingat bahwa keputusan mengenakan alat bantu dengar adalah sangat pribadi dan sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku orang tersebut.
Pendekatan Gerontologik
Bersama proses penuaan, dapat terjadi perubahan telinga yang kemudian dapat mengarah ke defisit pende¬ngaran. Beberapa perubahan terjadi pada telinga kecuali bila serumen cenderung menjadi lebih keras danj lebih kering sehingga terjadi peningkatan kemungkinan imfeksi.
Pada telinga tengah, membrana timpani menjadi atrofi atau menjadi sklerotik. Telinga tengah dapat mengalarni degenerasi sel pada dasar koklea. Tampaknya ada predisposisi familier pada terjadinya kehilangan pendengaran sensorineural. Manifestasinya berupa kehilangan kemampuan suara berfrekuensi tinggi, kemudian oleh kehilangan frekuensi menengah dan rendah. Istilah presbikusis dipakai untuk menerangkanl kehilangan pendengaran yang progresif. Namu presbikusis merupakan diagnosis eksklusi, sehingga kehilangan pendengaran sensorineural harus dah disingkirkan.
Tanda awal kehilangan pendengaran bisa meliputi tinitus, peningkatan ketidakmampuan mendengar pertemuan kelompok, dan perlu mengeraskan volume televisi.
Literatur (Paparella et a!., menyatakan bahwa 25% orang berusia antara 65
  • tahun dan 50% orang berusia di atas 75 tahun mengalami kesulitan pendengaran. Penyebabnya tidak diketahui hubungannya dengan diet, metabolisme, arteriosklen stres, dan keturunan tidak konsisten.
 Faktor lain yang mempengaruhi pendengaran populasi manula, seperti pemajanan sepanjang terhadap suara keras (mis. jet, senjata api, mesin gergaji mesin),
 Beberapa obat, seperti aminoglik dan bahkan aspirin, mempunyai efek ototoksik gangguan ginjal dapat menyebabkan perlambatan ek obat pada manula. Banyak manula menelan quinin untuk mengatasi kram tungkai, yang dapat mengakib hilangnya pendengaran.
 Faktor psikogenik dan pn penyakit lainnya (mis. diabetes) juga sebagian menimbulkan kehilangan pendengaran sensorineural.
Gejala Kehilangan Pendengaran
Deterlorisasi wicara
Individu yang bicara dengan bagian akhir kata tldak jelas atau dihllangkan, atau mengeluarkan kata-kata bernada datar, mungkin karena tidak mendengar dengan baik, Telinga memandu suara, baik kekerasan maupun ucapannya.
Keletihan
Bila Individu merasa mudah lelah ketika mendengarkan percakapan atau pidato, keletihan bisa disebabkan oleh usaha keras untuk mendengarkan. Pada keadaan ini, Iridividu tersebut menjadl mudah tersinggung.
Acuh
individu yang tak bisa mendengar perkataan orang lain mudah mengalami depresi dan ketidaktertarikan terhadap kehidupan secara umum. Menarik dlri dari sosial Karena tak mampu rnendengar apa yang terjadi di sekitarnya menyebabkan individu dengan gangguan pendengaran menarlk diri dari situasi yang dapat memalukannya.
Rasa tak aman
Kehilangan rasa percaya diri dan takut berbuat salah menclptakan suatu perasaan tak aman pada kebanyakan orang dengan gangguan pendengar¬an. Tak ada seorang pun yang menginglnkan untuk mengatakan atau melakukan hal yang salah yang cenderung membuatnya nampak bodoh.
Tak mampu membuat keputusan-prokrastinal
Kehilangan kepercayaan diri membuat seseorang dengan gangguan pendengaran sangat kesulitan untuk membuat keputusan.
Kecurigaan
Individu dengan kerusakan pendengaran, yang sering hanya mendengar sebagian dari yang dikatakan, bisa merasa curiga bahwa orang lain membicarakan dirinya atau bagian percakapan yang berhubungan dengannya sengaja diucapkan dengan lirih sehingga la tak dapat mandengarkan
Kabanggaan semu
Individu dengan kerusakan pendengaran berusaha menyembunyikan kehilangan pendengarannya. Konsekwensinya, ia sering berpura-pura mendengar padahal sebenarnya tidak.
Kesepian dan ketldak bahaglaan Meskipun setiap orang selalu menginginkan ketenangan, namun kesunyian yang dipaksakan dapat membosankan bahkan kadang menakutkan. Individu dengan kehilangan pendengaran sering merasa (terasing)
Kecenderungan untuk mendominasi pembicaran
Banyak Individu dengan kerusakan pendengaran cenderung mendominasi percakapan, mengetahui bahwa selama pembicaraan terpusat padanya sehingga ia dapat mengontrol maka la tidak akan melakuKan kesalahan yang memalukan.
(Seizin Maico Hearing Instruments.)
Kebisingan dan Efeknya pada Pendengaran
Kebisingan suara yang tak diinginkan dan tak dapat dihindari) telah diidentifikasi sebagai salah satu bahaya lingkungan pada abad ke-20. Besarnya volume kebisingan yang mengelilingi kita setiap hari telah meningkat dari kejengkelan sederhana sampai berpotensi sebagai sumber bahaya kerusakan fisik dan psikologis.
 Dalam istilah dampak fisik, suara keras dan menetap terbukti menyebabkan konstriksi pembuluh darah perifer,
 peningkatan tekanan darah dan
 kecepatan denyut jantung (akibat sekresi adrenalin),
 dan peningkatan aktivitas gas¬trointestinal
Mekanisme yang paling sering adalah kehi¬langan pendengaran yang diinduksi oleh kebisingan. Namun untungnya kelainan yang dapat dicegah. Istilah kehilangan pendengaran yang diinduksi oleh kebi¬singan digunakan untuk menjelaskan kehilangan pende¬ngaran yang terjadi setelah pemajanan jangka lama terha¬dap kebisingan keras {mis. mesin-mesin berat, motor dan persenjataan), sementara trauma akustik merujuk pada kehilangan pendengaran akibat pemajanan tunggal terha¬dap kebisingan yang sangat intens, seperti ledakan. Biasanya kehilangan suara yang diinduksi kebisingan terjadi pada frekwensi tinggi (sekitar 4000 Hz), meskipun dengan pemajanan kebisingan terus-menerus kehilangan pendengaran dapat menjadi lebih berat dan meliputi pula frekwensi di sekitarnya
Pengkajian Kemampuan Mendengar
Pemeriksaan Telinga .
Telinga luar diperiksa dengan
inspeksi dan palpasi lang-sung sementara membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung dengan menggunakan otoskop pneumatic
Pengkajian Fisik.
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya
 deformitas, lesi,
 cairan begitu pula ukuran,
 simetris dan sudut penempelan ke kepala.
Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula posterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya menunjuk¬kan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur wajah.
Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa.
 Otoskop dipegang dengan satu tangan semen¬tara aurikulus dipegang dengan tangan lainnya dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit ke luar Cara ini akan membuat lurus kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan pemeriksa melihat lebih jelas membrana timpani.
 Spekulum dimasukkan dengan lembut dan perlahan ke kanalis telinga, dan mata didekatkan ke lensa pembesar otoskop untuk melihat kanalis dan membrana timpani. Spekulum terbesar yang dapat dimasukkan ke telinga (biasanya 5 mm pada orang dewasa) dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal dan agak ke depan. Karena bagian distal kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis epitel yang sensitif, maka tekanan harus benar-benar ringan agar tidak menimbulkan nyeri.
GAMBAR 57-2. Teknik untuk menggunakan otoskop.
otoskop
 Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus dicatat.
 Membrana, timpani sehat berwarna mutiara keabuan
pada dasar kanalis. Penanda harus dttihat mungkin pars tensa dan kerucut cahaya.umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis.
 Gerakan memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh pada Hpatan malleus dan daerah perifer. dan warna membran begitu juga tanda yang tak biasa at! deviasi kerucut cahaya dicatat. Adanya cairan, gele bung udara, atau masa di telinga tengah harus dicatat.
 Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana timpani yang baik hanya dapat dilakukan bi kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumen not nya terdapat di kanalis eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan otoskop.
 Bila serumen sangat lengket maka sedikit minyak mineral atau pelunak serumen dapat diteteskan dalam kanalis telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.
Ketajaman Auditorius.
 Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji kemampuan pasien mendengarkan
 bisikan kata atau detakan jam tangan.
 Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,
 pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan. Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji ketajaman auditorius.
Penggunaan uji Weber dan Rinne
memungkinkan kita membedakan kehilangan akibat konduktif dengan kehi-langan sensorineural
Uji Weber
memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mende¬ngar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilang¬an pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pende¬ngaran unilateral.
Uji Rinne
gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoid (kon¬duksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara. Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi uda-ra). Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengar¬kan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlang-sung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah.
Prosedur Diagnostik Auditorius dan Vestibuler
Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiome¬ter adalah satu-satunya instrumen diagnostik yang paling penting.
Uji audiometri ada dua macam:
(1) audiometri nada-murni, di mana stimulus suara terdiri atas nada murni atau musik (semakin keras nada sebelum pasien bisa mendengar berarti semakin besar kehilangan pende¬ngarannya), dan
(2) audiometri wicara
di mana kata yang diucapkan digunakan untuk menentukan kemampuan mendengar dan membedakan suara.
Ahli audiologi melakukan uji dan pasien mengenakan earphone dan sinyal mengenai nada yang didengarkan. Ketika nada dipakai secara langsung pada meatus kanalis auditorius eksiernus, kita mengukur konduksi udara. Bila stimulus diberikan pada tulang mastoid, melintas mekanisme konduksi (osikulus), langsung menguji konduksi saraf. Agar hasilnya akurat, evaluasi audiometri dilakukan di ruangan yang kedap suara. Respons yang dihasil-kan diplot pada grafik yang dinamakan audiogram.
audiogram
Frekwensi
merujuk pada jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber bunyi per detik siklus perdetik atau hertz (Hz). Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwensi dari
 20 sam¬pai 20.000Hz.
 500 sampai 2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari (yang dikenal sebagai kisaran wicara. Nada adalah istilah untuk menggambarkan frekwensi; nada dengan
 frekwensi 100 Hz dianggap sebagai nada rendah, dan nada
 10.000 Hz dianggap sebagai nada tinggi. Unit untuk mengukur kerasnya bunyi (intensitas suara) adalah desibel (dB), tekanan yang ditimbulkan oleh rsuara. Kehilangan pendengaran diukur dalam decibel, yang merupakan fungsi logaritma intensitas dan tidak bisa dengan mudah dikonversikan ke persentase.
 Ambang kritis kekerasan adalah sekitas 30 dB. Beberapa contoh internsitas suara yang biasa termasuk gesekan kertas dalam lingkungan yang sunyi, terjadi pada sekitar 15 dB; per kapan rendah, 40 dB; dan kapal terbang jet sejauh kaki, tercatat sekitar 150 dB. Suara yang lebih keras i 80 dB didengar telinga manusia sangat keras. Suara ya terdengar tidak nyaman dapat merusak telinga dala Timpanogram atau audiometri impedans, meng refleks otot telinga tengah terhadap stimulus suara, kelenturan membrana timpani, dengan mengubah teh udara dalam kanalis telinga yang tertutup (Gbr. Kelenturan akan berkurang pada penyakit telinga tertutup)
Respons batang otak auditori (ABR, auditori brain sistem response) adalah potensial elektris yang dapat terteksi dari narvus kranialis VIII (narvus akustikus) alur auditori asendens batang otak sebagai respons stimulasi suara. Merupakan metoda objektif untuk mengukur pendengaran karena partisipasi aktif pasien sama sekali dak diperlukan seperti pada audiogram perilaku. Elektroda ditempatkan pada dahi pasien dan stimuli akustik, biasanya dalam bentuk detak, diperdengarkan ke telinga. pengukuran elektrofisiologis yang dihasilkan dapat di tentukan tingkat desibel berapa yang dapat didengarkan pasien dan apakah ada kelainan sepanjang alur syaraf,
seperti tumor pada nervus kranialis VIII. Elektrokokleografi (ECoG) adalah perekaman potensial elektrofisologis koklea dan nervus kranialis VIII bagai respons stimuli akustik. Rasio yang dihasilkan digunakan untuk membantu dalam mendiagnosa kelainan keseimbangan cairan telinga dalam seperti penyakit Mniere dan fistula perilimfe.
Prosedur ini dilakukan dengan menempatkan elektroda sedekat mungkin dengan koklea, baik di kanalis auditorius eksternus tepat di dekat membrana timpani atau melalui elektroda transtimpanik yang diletakkan melalui mambrana timpani dekat mem-bran jendela bulat. Untuk persiapan pengujian, pasien diminta unluk tidak memakai diuretika selama 48 jam sebelum uji dilakukan sehingga keseimbangan cairan di dalam telinga tidak berubah.
Elektronistagmografi (ENG) adalah pengukuran dan grafik yang mencatat perubahan potensial elektris yang ditimbulkan oleh gerakan mata selama nistagmus yang ditimbulkan secara spontan, posisional atau kaloris. Digu¬nakan untuk mengkaji sistem okulomotor dan vestibular dan interaksi yang terjadi antara keduanya. Misalnya, pada bagian kalori uji ini, udara atau air panas dan dingin (uji kalori bitermal) dimasukkan ke kanalis auditorius eksternus, dan kemudian gerakan mata diukur. Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga kanalis semisirkularis lateralis paralel dengan medan gravitasi dan duduk sementara elektroda dipasang pada dahi dan dekat mata. Pasien diminta tidak meminum supresan vestibuler seperti sedativa, penenang, antihistarnin, atau alkohol, begitu pula stimulan vestibuler seperti kafein, selama 24 jam sebelum pengujian.
ENG dapat membantu diagnosis kondisi seperti penyakit Meniere dan tumor kanalis auditorius internus atau fosa posterior.
Posturografi platform adalah uji untuk menyelidiki kemampuan mengontrol postural. Diuji integrasi antara bagian visual, vestibuler dan proprioseptif (integrasi sensoris) dengan keluaran respons motoris dan koordinasi anggota bawah. Pasien berdiri pada panggung (platform), dikelilingi layar, dan berbagai kondisi ditampilkan, seper¬ti panggung bergerak dengan layar bergerak.
Ambang penerimaan wicara adalah tingkat intensitas suara di mana pasien mampu tepat membedakan dengan benar stimuli wicara sederhana. Pembedaan wicara menentukan kemampuan pasien untuk membedakan suara yang berbeda, dalam bentuk kata, dalam tingkat desibel di mana suara masih terdengar.
pasien terhadap enam kondisi yang berbeda diukur dan menunjukkan sistem mana yang terganggu. Persiapan uji ini sama dengan pada ENG.
Percepatan harmon sinusoidal (SHA, sinusoidal har¬monic acceleration), atau kursi berputar, mengkaji sisiem vestibulookuler dengan menganalisis gerakan mata kopensatoris sebagai respons putaran searah atau berlawaan arah dengan jarum jam. Meskipun uji SHA tak dapat mengidentifikasi sisi dari lesi pada penyakit unilateral, namun sangat berguna untuk mengidentifikasi adanya penyakit dan mengontrol proses penyembuhanya, persiapan pasien sama dengan yang diperlukan pada EN
Berkomunikasi pada Kerusakan Pendengaran
Saran berikut dapat membuat komunikasi lebih bafik dengan penderita gangguan pendengaran yang wicaranya sulit dipahami.
1. Pusatkan seluruh perhatian pada apa yang sedang ia katakannya. Perhatikan dan dengarkanjangan IM-coba melakukan pekerjaan lain sementara menJe ngarkannya.
2. Libatkan pembicara dalam percakapan bila memungkinkan untuk mengantisipasi jawaban. Hal ini mungkinkan anda menjadi terbiasa dengan pola wicaranya yang khusus.
3. Cobalah mencari konteks intinya tentang apa yang sedang dikatakannya; anda kemudian mungkin dapat mengisi detil dari konteks tersebut.
4. Jangan mencoba berpura-pura mengerti bila anda memang tidak mengerti.
5. Bila anda tak mampu memahami atau mengalami keraguan berat mengenai kemampuan memahami apa yang dikatakannya, lebih baik memintanya menulis-kan pesan yang ingin disampaikannya daripada meng-ambil risiko salah pengertian. Meminta orang tersebut mengulang pesan dalam bentuk wicara, setelah anda mengetahui isinya, juga dapat membantu anda mem-biasakan diri dengan pola wicaranya.
Anjuran agar komunikasi lebih baik dengan penderita gangguan pendengaran yang dapat membaca gerak bibir adalah sebagai berikut:
1. Ketika berbicara, anda harus menatap orang tersebut selangsung mungkin.
2. Yakinkan bahwa wajah anda tampak sejelas mungkin; posisikan diri anda sedemikian rupa sehingga wajah anda mendapat pencahayaan yang memadai hindari terhalang oleh bayangan cahaya yang terlalu terang;jangan menutupi penglihatan orang tersebut terhadap mulut anda dengan cara apapun; hindari berbicara sambil mengunyah sesuatu dalam mulut anda.
3. Yakinkan bahwa pasien mengetahui topik atau subjek ekspresi verbal anda sebelum meneruskan dengan apa yang anda rencanakan untuk diucapkan ini memung-kinkan orang tersebut menggunakan petunjuk konteks-tual dalam membaca gerak bibir.
4. Berbicara secara perlahan dan jelas, dengan jeda yang lebih sering dibanding bila anda berbicara normal.
5. Bila anda ragu apakah beberapa petunjuk atau instruk-si telah dipahami, lakukan pengecekan untuk meya-kinkan bahwa pasien telah memahami secara penuh pesan anda.
6. Bila mulut anda terpaksa ditutup dengan alasarTapapun (misalnya memakai masker) dan anda wajib memberi arahan atau instruksi kepada pasipn, maka tak ada jalan lain kecuali anda harus menulis pesan yang ingin anda sampaikan.

Gangguan Telinga Luar

Otalgia
Otalgia adalah rasa nyeri pada telinga. Karena telinga dipersarafi oleh saraf yang kaya (nervus kranialis V, VII, IX, dan X selain cabang saraf servikalis kedua dan ketiga), maka kulit di tempat ini menjadi sangat sensitif.
Otalgia adalah gejala yang dapat timbul dari iritasi lokal karena banyak kondisi dan dapat juga disebabkan oleh nyeri pindahan dari laring dan faring. Banyak keluhan nyeri telinga sebenarnya akibat nyeri di dekat ser ndi temporomandibularis. Diperkirakan bahwa lebih c 50% pasien yang mengeluh otalgia tidak ditemukan pnyakit telinganya.
Impaksi Serumen
Secara normal serumen dapat tertimbun dalam ka eksternus dan dalam jumlah dan warna yang bervaria Meskipun biasanya tidak perlu dikeluarkan, kadang kadang dapat mengalami infaeksi, menyebabkan rasa penuh dalam telinga, dan/atau kehilangan perdengaran. Penumpukan serumen terutama bermakna populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengar Usaha membersihkan kanalis auditorius dengan bata korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahay karena trauma terhadap kulit dapat mengakibatkan infek atau kerusakan gendang telinga.
Penatalaksanaan.
Serumen dapat diambil denga irigasi, pengisapan, atau instrumentasi. Kecuali bila riwayat perforasi membrana timpani atau terdapat inflamasi telinga luar (otitis eksterna), irigasi lembut kan prosedur yang dapat diterima untuk mengambil serumen.
Teknik ini efektif bila serumen tidak terlalu melekat dalam kanalis auditorius eksteni Pengambilan serumen yang berhasil dengan irigasi ha bisa dicapai bila aliran air dapat mencapai bela serumen yang menyumbat agar dapat mendorongnya lateral dan ke luar dari kanalis. Meskipun irrigator pic air biasanya aman, namun instrumen ini berhubungan den perforasi membrana timpani dan bahkan cedera otologik yang lebih serius. Maka harus digunakan tekanan serdah mungkin yang digunakan untuk mencegah trail mekanik.
Bila sebelumnya sudah terdapat perforasi membran timpani di belakang impaksi serumen, air dapat mema ruang telinga tengah. Masuknya air dingin ke da telinga tengah dapat mengakibatkan vertigo akut dengan cara menginduksi arus konveksi termal dalam kanalis semi sirkularis. Memasukkan air ke dalam rongga teli tengah dapat juga meningkatkan risiko infeksi. Irigasi kanalis juga terbukti mengakibatkan otitis eksterna: na (osteomielitis tulang temporal) pada manula pende diabetes. Bila harus melakukan irigasi aural pada penderita diabetes, harus digunakan larutan steril. Bila irigasi ti berhasil sempurna atau bila impaksi serumen tidak purna, maka dapat dilakukan pengangkatan secara mekanis, dengan pandangan langsung pada pasien yang koope-ratif oleh tenaga profesional yang terlatih.
Serumen juga dapat dilunakkan dengan meneteskan beberapa tetes gliserin hangat, minyak mineral, atau hidrogen peroksida perbandingan setengah selama 30 menit sebelum pengangkatan. Bahan seruminolitik, seper-ti peroksida dalam gliseril (Debrox) atau Cerumenex juga tersedia; namun, senyawa ini dapat menyebabkan reaksi alergi dalam bentuk dermatitis. Pemakaian larutan ini dua sampai tiga kali sehari selama beberapa hari biasanya sudah mencukupi untuk memudahkan pengangkatan im-paksi. Bila impaksi serumen tak dapat dilepaskan dengan cara ini, dapat diangkat oleh petugas perawatan kesehatan dengan instrumen khusus seperti kuret serumen dan pengisap aural yang menggunakan mikroskop binokuler untuk pembesaran.Benda Asing
Otitis Eksterna
Infeksi, utamanya bakteri atau jamur, merupakan masalah yang paling sering pada telinga. Kebanyakan penyebab otitis eksterna (infeksi telinga luar) termasuk air dalam kanalis auditorius eksternus (telinga perenang), trauma kulit kanalis memungkinkan masuknya organisme ke jaringan, dan kondisi sistemik seperti defisiensi vitamin dan kelainan endokrin. Kanalis telinga normal steril pada beberapa orang; sedang lainnya mengandung Staphylo-coccus albus dan/atau organisme lain seperti difteroid. Patogen otitis eksterna yang paling sering adalah Staphy-lococcus aureus dan spesies Pseudomonas. Jamur yang paling sering dapat terisolasi dari telinga normal maupun yang terinfeksi adalah Aspergillus. Otitis eksterna sering disebabkan oleh dermatosis seperti psoriasis, ekzema, atau dermatitis sebore. Bahkan reaksi alergi terhadap semprot rambut, cat rambut, dan losion pengeriting rambut permanen dapat mengakibatkan dermatitis, yang akan hilang bila bahan penyebabnya dihilangkan.
Manifestasi Klinis.
Pasien biasanya datang dengan nyeri, cairan dari kanalis auditorius eksternus, nyeri tekan aural (biasanya tak terdapat pada infeksi telinga tengah), dan kadang demam, selulitis, dan limfadenopati. Keluhan lain dapat meliputi pruritus dan kehilangan pendengaran atau perasaan penuh. Pada pemeriksaan otoskopis kanalis telinga nampak eritema dan edema. Cairan berwarna taming atau hijau dan berbau busuk. Pada infeksi jamur bahkan dapat terlihat spora hitam seperti rambut.
Penatalaksanaan. Prinsip terapi ditujukan untuk menghilangkan ketldaknyamanan, mengurangi pembeng-kakan kanalis telinga, dan mengeradikasi infeksi. Tak jarang pasien mendapat resep analgetik selama 48 sampai 92 jam pertama. Bila jaringan di kanalis eksternus meng-alami edema, perlu dipasang sumbu untuk menjaga ka¬nalis tetap terbuka sehingga cairan obat (mis. larutan Burow, sediaan antibiotika telinga) dapat dimasukkan). Obat tersebut dapat diberikan dengan penetes dengan suhu ruangan. Obat yang dipakai biasanya kombinasi antibiotika dan kortikosteroid untuk melemaskan jaringan yang terinflamasi. Jika terdapat selulitis atau demam, maka perlu diberikan antibiotika sistemik. Bahan anti-jamur dapat diberikan bila perlu.
Pasien diingatkan untuk tidak membersihkan sendiri kanalis auditorius eksternus menggunakan lidi kapas. Pasien juga dilarang untuk berenang atau memasukkan air ke dalam telinga ketika mencuci rambut atau mandi. Wool kambing atau kapas dapat diolesi jel yang tak larut air (seperti vaselin) dan diletakkan di telinga untuk mencegah kontaminasi air. Pasien dapat mencegah infeksi dengan menggunakan preparat antiseptik telinga sehabis